Mobilitas Sosial: Pengertian, Contoh, Bentuk, Faktor, Saluran dan Dampak

Posted on

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali tanpa disadari terlibat dalam interaksi dengan individu-individu berbagai profesi.

Kesepakatan tak tertulis seringkali menjadi perekat yang menjaga harmoni dan pemahaman dalam masyarakat. Profesi dan peran yang beragam menciptakan kehidupan yang menarik.

Namun, dibalik keragaman ini, mobilitas sosial menjadi motor utama yang memungkinkan perubahan dan kesempatan bagi individu.

Artikel ini akan membahas pengertian mobilitas sosial, contoh mobilitas sosial, bentuk mobilitas sosial, mobilitas sosial vertikal, mobilitas sosial horizontal, saluran mobiltas sosial, faktor pendorong mobilitas sosial, faktor penghambat mobilitas sosial dan dampak mobilitas sosial yang dibahas pada materi ips kelas 8. Yuk kita baca satu persatu.

Pengertian Mobilitas Sosial

Kata “mobilitas” berasal dari bahasa Latin “mobilis,” yang berarti mudah bergerak atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Sementara kata “sosial” dalam konteks ini merujuk pada individu atau kelompok dalam masyarakat.

Mobilitas sosial adalah perubahan posisi seseorang atau sekelompok orang dari satu lapisan sosial ke lapisan sosial lainnya.

Perubahan ini bisa berarti naik ke lapisan sosial yang lebih tinggi, turun ke lapisan sosial yang lebih rendah, atau bahkan hanya berpindah peran tanpa perubahan status sosial yang signifikan. Semua perubahan posisi ini disebut sebagai mobilitas sosial.

Contoh Mobilitas Sosial

Ada banyak contoh mobilitas sosial dalam kehidupan masyarakat kita. Misalnya, seorang pensiunan pegawai yang dulunya bekerja di departemen rendah kemudian beralih profesi menjadi seorang pengusaha yang sukses.

Di sisi lain, ada anak pengusaha yang mengikuti jejak ayahnya yang sukses, tetapi kemudian mencoba usaha yang gagal dan akhirnya mengalami penurunan status sosial hingga jatuh miskin.

Mobilitas sosial dapat berarti perubahan status sosial dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah. Dalam konteks mobilitas sosial, kita bisa melihat pergerakan sosial ke atas dan ke bawah.

Kalian sudah mengenal konsep mobilitas sosial dan menemukan banyak contoh mobilitas sosial dalam lingkungan sekitar. Agar pemahaman kalian lebih dalam, mari kita bahas beberapa bentuk mobilitas sosial yang lebih rinci.

Bentuk-bentuk Mobilitas Sosial

Dalam hal ini, mobilitas sosial dibagi menjadi dua bentuk utama: mobilitas sosial vertikal dan mobilitas sosial horizontal.

Mobilitas sosial positif atau mobilitas naik adalah perubahan atau dampak yang mempercepat perubahan sosial menuju yang lebih baik.

Sebaliknya, mobilitas sosial negatif atau mobilitas turun adalah perubahan atau dampak yang mempercepat perubahan sosial menuju yang lebih buruk.

Mari kita perhatikan dua kasus berikut untuk lebih memahami kedua bentuk mobilitas sosial tersebut:

Kasus 1:

Bu Damaris Mendila adalah seorang guru di salah satu sekolah di Provinsi Papua. Sebagai guru IPS, Bu Damaris Mendila menjalankan tugasnya dengan sangat baik.

Selain mengajar, dia juga bertanggung jawab atas administrasi sekolah. Semua tanggung jawabnya dia laksanakan dengan sangat baik.

Karena prestasinya yang luar biasa, Bu Damaris Mendila akhirnya diangkat menjadi kepala sekolah.

Perpindahan dari seorang guru ke kepala sekolah adalah contoh mobilitas sosial vertikal yang positif.

Kasus 2:

Pak Gayus adalah anak pengusaha yang memiliki usaha perkebunan teh di beberapa tempat di Jawa Barat. Pak Gayus mencoba mengembangkan usahanya dengan memulai bisnis pertambangan.

Namun, bisnis pertambangan yang dia jalankan tidak berhasil tumbuh.

Bahkan usaha perkebunan teh miliknya mengalami kerugian yang terus berlanjut hingga bangkrut. Akhirnya, Pak Gayus harus memulai dari awal, menjadi agen penjualan teh.

Perpindahan status sosial Pak Gayus yang mengalami penurunan ini adalah contoh mobilitas sosial vertikal yang negatif.

Kasus 3:

Pak Zaenuri adalah seorang kepala sekolah di salah satu SMP di Jawa Timur yang telah menjabat selama 8 tahun.

Dinas pendidikan memutuskan untuk memindahkan Pak Zaenuri ke sekolah lain tetapi tetap menahbiskan posisinya sebagai kepala sekolah.

Perpindahan Pak Zaenuri ini adalah contoh mobilitas sosial horizontal, di mana dia tetap berada di posisi yang sama tetapi berpindah ke lingkungan kerja yang berbeda.

Semoga contoh-contoh ini membantu kalian memahami lebih lanjut tentang mobilitas sosial dan berbagai bentuknya!

Mobilitas Sosial Vertikal

Mungkin kamu pernah bertanya-tanya, apa itu mobilitas sosial vertikal? Mobilitas sosial vertikal adalah saat seseorang atau sekelompok orang bergerak dari satu posisi sosial ke posisi sosial lain yang mungkin lebih tinggi (yang biasa disebut “social climbing”) atau mungkin lebih rendah (dikenal sebagai “social sinking”).

Social Climbing – Naik ke Atas Social climbing terjadi ketika seseorang atau kelompok orang mengalami peningkatan status atau kedudukan mereka, atau bahkan orang dengan status sosial rendah bisa naik ke status sosial yang lebih tinggi.

Misalnya, bayangkan seorang karyawan yang karena prestasinya yang cemerlang bisa meraih posisi sebagai kepala bagian, manajer, atau bahkan direktur di sebuah perusahaan. Ini adalah contoh dari social climbing.

Selain itu, social climbing juga bisa terjadi saat kelompok sosial baru terbentuk dan berada di posisi yang lebih tinggi dari kelompok yang sudah ada.

Contoh kasus Bu Damaris, seperti yang kita bahas sebelumnya, adalah contoh mobilitas sosial ke atas.

Social Sinking – Turun ke Bawah Social sinking, di sisi lain, adalah ketika seseorang mengalami penurunan status atau kedudukan mereka.

Proses social sinking ini seringkali bisa menimbulkan perasaan tidak nyaman dan sulit bagi individu karena ada perubahan dalam hak dan kewajiban mereka.

Sebagai contoh, bayangkan seorang pegawai yang harus diturunkan pangkatnya karena melanggar aturan, sehingga dia menjadi pegawai biasa.

Contoh kasus Pak Gayus yang telah kita diskusikan sebelumnya adalah contoh dari social sinking dalam kehidupan sehari-hari.

Social sinking bisa terjadi karena berbagai alasan, seperti ketidakmampuan untuk melaksanakan tugas, pensiun, penurunan jabatan, atau pemecatan.

Dalam situasi social sinking, individu mengalami perubahan status sosial dari yang lebih tinggi menjadi lebih rendah.

Jadi, itulah sedikit pembahasan tentang mobilitas sosial vertikal, yang melibatkan perubahan posisi sosial dari atas ke bawah atau sebaliknya.

Mobilitas Sosial Horizontal

Yuk, kita bahas tentang mobilitas sosial horizontal. Mobilitas sosial horizontal adalah saat seseorang atau sekelompok orang berpindah status sosial mereka dalam kelompok sosial yang sama.

Jadi, bayangkan ini seperti perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lain yang setara. Pada mobilitas horizontal, nggak terjadi perubahan dalam tingkatan status seseorang, jadi tetap sejajar!

Contoh kasus Pak Zaenuri yang kita bahas sebelumnya adalah contoh mobilitas horizontal yang bagus. Pak Zaenuri dipindahkan ke sekolah lain, tapi tetap dalam jabatan yang sama sebagai kepala sekolah.

Nah, kalian pasti bisa menemukan contoh-contoh lain dari mobilitas sosial horizontal dalam lingkungan sekitar kalian sendiri.

Jadi, jangan bingung, ya! Mobilitas sosial horizontal itu seperti kita berpindah ke tempat lain tapi tetap dengan teman-teman sekelas kita.

Semoga penjelasan ini membantu kalian lebih memahami apa itu mobilitas sosial horizontal.

Faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Mobilitas Sosial

Pasti ada yang penasaran, kan, kenapa sih mobilitas sosial itu terjadi? Apakah itu selalu terjadi di masyarakat? Oke, yuk kita bahas bareng-bareng faktor-faktor apa yang bikin mobilitas sosial muncul.

Jadi, di setiap masyarakat, cenderung ada perbedaan dalam seberapa cepat mobilitas sosial terjadi. Ada yang mudah berpindah-pindah posisi sosial dengan cepat, tapi ada juga yang kesulitan banget untuk mobilitas sosial. Kenapa bisa begini?

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial

Faktor Struktural

Mau kenal sama semua presiden Indonesia, seperti Sukarno, Suharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo? Ini dia, mereka berhasil mencapai status sosial yang tinggi berkat sistem demokrasi yang kita punya.

Di sistem demokrasi, setiap warga negara punya peluang untuk meraih jabatan politik yang tinggi. Itu artinya, gak peduli siapa ortumu, yang penting kemampuanmu.

Jadi, dalam sistem demokrasi, kamu bisa jadi presiden gak perlu jadi keturunan presiden sebelumnya. Beda banget sama sistem kerajaan, di mana raja bakal digantikan oleh keturunan raja sebelumnya.

Jadi, di Indonesia, struktur masyarakatnya terbuka banget. Orang dari lapisan bawah bisa meraih mobilitas sosial setinggi-tingginya, bahkan jadi presiden.

Banyak tokoh Indonesia yang datang dari keluarga miskin tapi bisa sukses besar. Yang penting, kamu tetap bisa mengejar cita-citamu setinggi-tingginya karena di sini mobilitas sosial gak bergantung pada keturunan, melainkan kemampuan dan prestasi.

Keturunan masih punya peran, tapi dalam hal mobilitas sosial, prestasi jauh lebih diperhitungkan. Bisa jadi anak orang kaya lebih mudah mendapatkan modal usaha, tapi di zaman sekarang, banyak orang miskin yang sukses besar berkat kerja keras dan usaha.

Di sisi lain, banyak kasus orang kaya yang tiba-tiba jadi miskin karena terlalu santai dengan kekayaannya dan lupa berusaha.

Jadi, jangan pernah merasa terbatas oleh latar belakangmu. Semua orang punya kesempatan untuk mencapai apa yang mereka impikan, asal kerja keras dan berusaha! 😊🚀

Faktor Individu

Kita semua punya perbedaan dalam hal sikap, pengetahuan, dan keterampilan, kan? Nah, faktor individu ini juga bisa memengaruhi seberapa sukses kita dalam mobilitas sosial, loh.

Dua orang dengan pengetahuan dan keterampilan yang hampir sama belum tentu bakal berhasil dalam mobilitas sosial ke atas. Kuncinya adalah sikap dan perilaku kita sendiri!

Contohnya, bayangkan dua orang yang sama-sama sarjana dari perguruan tinggi yang sama melamar pekerjaan di sebuah perusahaan.

Hanya satu dari mereka yang diterima karena dianggap memiliki ambisi dan komitmen yang kuat dalam hidup. Kalian pasti punya banyak contoh dari sekitar tempat tinggalmu yang menunjukkan perbedaan individu-individu yang memengaruhi kesempatan mereka dalam mobilitas sosial ke atas.

Selanjutnya, ada faktor sosial. Ketidakpuasan dengan status sosial bisa menjadi pendorong manusia untuk berjuang lebih keras.

Ketika seseorang lahir, dia gak bisa memilih status sosialnya, ya kan? Tapi, kalau dia nggak puas dengan status itu, dia bisa mencari tempatnya sendiri di lapisan sosial yang lebih tinggi.

Kita semua pasti punya impian untuk meningkatkan status sosial kita, kan? Orangtua juga selalu mendukung kita agar belajar dengan giat. Mereka berharap suatu saat kita bisa lebih sukses daripada mereka.

Faktor ekonomi juga punya peran dalam mobilitas sosial. Keadaan ekonomi yang baik bisa memudahkan individu dan kelompok dalam bergerak menuju mobilitas sosial.

Lihatlah sekitarmu, masyarakat yang kondisi ekonominya baik cenderung lebih mudah melakukan mobilitas sosial.

Mereka lebih mudah mendapatkan modal, pendidikan, dan peluang lainnya.

Tapi, di masyarakat yang kesulitan secara ekonomi atau bahkan susah memenuhi kebutuhan dasarnya, prioritas utama adalah memenuhi kebutuhan dasar.

Terus ada juga faktor politik. Di Indonesia, kita beruntung punya stabilitas politik yang baik. Negara aman dan damai, para pemimpin bisa fokus memajukan pembangunan.

Semua warga negara aktif dalam pembangunan ini. Tapi, dulu, saat masa revolusi kemerdekaan, situasi politik kita gak menentu. Itu mempengaruhi mobilitas sosial warga negara.

Terakhir, ada kemudahan dalam akses pendidikan. Jika kita bisa dengan mudah mendapatkan pendidikan berkualitas, kita juga lebih mudah bergerak dalam mobilitas sosial.

Tapi kalau akses pendidikan berkualitas sulit didapat, kita jadi sulit meningkatkan status sosial karena kurang pengetahuan.

Selama penjajahan, pendidikan susah didapat di Indonesia, dan sebagian besar rakyat buta huruf. Tapi sekarang, kita punya kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan.

Negara menyediakan berbagai kemudahan, bahkan sampai level perguruan tinggi. Jadi, kalau punya impian tinggi, banyak kemungkinan buat mendapatkan pendidikan yang baik.

Jadi, faktor-faktor ini bisa jadi pemicu atau penghambat mobilitas sosial kita.

Semuanya tergantung pada bagaimana kita menjalani hidup kita dan menghadapi tantangan-tantangan yang datang! 📚📝🚀

Faktor-faktor yang Bisa Menghambat Mobilitas Sosial

Selain faktor-faktor yang mendukung mobilitas sosial, kita juga harus tahu tentang faktor-faktor yang bisa menghambatnya.

Beberapa faktor yang mendukung mobilitas sosial, kalau dibalik, bisa jadi penghambat juga, lho. Contohnya, pendidikan bisa mendukung mobilitas sosial jika sistem pendidikannya terbuka seperti sekarang di Indonesia.

Tapi, kalau sistem pendidikan seperti zaman penjajahan, mobilitas sosial kita pasti terhambat.

Beberapa faktor yang bisa menghambat mobilitas sosial antara lain:

a. Kemiskinan

Faktor ekonomi bisa menjadi penghalang mobilitas sosial. Bagi masyarakat miskin, mencapai status sosial tertentu sangat sulit.

Salah satu penyebab kemiskinan adalah pendidikan yang rendah. Masyarakat yang berpendidikan rendah mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, dan ini membatasi kesempatan mendapatkan pekerjaan.

Saat ini, Indonesia masih memiliki sekitar 12% penduduk miskin. Hal ini bisa menjadi penghambat mobilitas sosial. Oleh karena itu, pemerintah berusaha mengurangi kemiskinan dengan berbagai cara.

Dengan mengurangi kemiskinan, masyarakat akan lebih mudah mengakses fasilitas dasar dan meningkatkan mobilitas mereka.

b. Diskriminasi

Diskriminasi adalah perlakuan diskriminatif berdasarkan perbedaan bangsa, suku, ras, agama, atau golongan. Pada masa penjajahan, terjadi diskriminasi oleh pemerintah Hindia Belanda terhadap masyarakat keturunan Eropa dan masyarakat Indonesia.

Masyarakat Indonesia diberi pendidikan dengan kualitas yang berbeda dari pendidikan yang diberikan kepada orang Eropa. Ini tentu saja membuat mobilitas sosial masyarakat Indonesia menjadi lebih sulit.

Saluran-saluran Mobilitas Sosial

Nah, mari kita bahas juga saluran-saluran yang bisa memudahkan mobilitas sosial, ya!

a. Pendidikan: Salah satu saluran utama untuk mobilitas vertikal adalah pendidikan. Melalui pendidikan, seseorang bisa mengubah status sosialnya.

Lembaga pendidikan adalah seperti “elevator sosial” yang bisa mengangkat seseorang dari posisi rendah ke posisi lebih tinggi.

Misalnya, seorang anak dari keluarga miskin bisa mengejar pendidikan hingga perguruan tinggi.

Setelah lulus, dia memiliki pengetahuan yang bisa dia manfaatkan untuk memulai bisnis atau karir yang lebih baik. Dengan demikian, status sosialnya juga naik.

b. Organisasi Politik

Banyak orang yang meniti karir politik dari level bawah hingga level atas. Misalnya, Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama.

Ketika mendirikan Partai Nasional Indonesia, dia belum memiliki jabatan di pemerintahan. Namun, melalui perjuangan politiknya, dia semakin dikenal dan akhirnya terpilih menjadi Presiden.

Seorang anggota partai politik yang berdedikasi tinggi cenderung mendapatkan status yang lebih tinggi dalam partainya, bahkan hingga menjadi anggota dewan legislatif.

c. Organisasi Ekonomi

Organisasi ekonomi dalam bentuk perusahaan atau badan usaha memberikan kesempatan bagi seseorang untuk mencapai mobilitas vertikal.

Organisasi seperti koperasi dan badan usaha berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Koperasi sekolah, koperasi pasar, koperasi petani, dan lainnya dapat memperjuangkan kesejahteraan anggotanya.

Keberhasilan perjuangan koperasi mencerminkan keberhasilan anggotanya.

d. Organisasi Profesi

Organisasi profesi seperti PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), IDI (Ikatan Dokter Indonesia), HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), dan lainnya juga bisa menjadi saluran mobilitas vertikal.

Organisasi profesi ini mengumpulkan orang-orang dengan profesi yang sama untuk memperjuangkan kepentingan bersama.

Misalnya, PGRI memperjuangkan pendidikan dan kesejahteraan guru. Perjuangan organisasi profesi biasanya mendapat perhatian dari pemerintah dan bisa memperbaiki kesejahteraan para anggotanya.

Dampak Positif Mobilitas Sosial

Jadi, apa yang terjadi ketika mobilitas sosial terjadi? Nah, sebenarnya ada dampak positif dan negatif, teman-teman. Mari kita bahas yang positif dulu.

a. Mendorong Seseorang untuk Lebih Maju

Ketika kita memiliki peluang untuk naik ke tingkat sosial yang lebih tinggi, hal ini bisa menjadi motivasi yang besar.

Sebelumnya, banyak orang di Indonesia tidak berani bermimpi menjadi camat, bupati, atau gubernur saat masih di bawah penjajahan.

Sekarang, banyak dari mereka berhasil mencapai posisi pemimpin di berbagai bidang.

b. Mempercepat Tingkat Perubahan Sosial

Mobilitas sosial bisa mempercepat perubahan sosial yang lebih baik. Misalnya, Indonesia sedang berubah dari masyarakat agraris ke masyarakat industri.

Perubahan ini akan lebih cepat jika kita memiliki sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Mobilitas sosial yang sukses juga memengaruhi perubahan budaya dan sosial dalam masyarakat.

Orang-orang yang berpendidikan tinggi dapat memengaruhi gaya hidup dan mata pencaharian mereka, bahkan mempengaruhi teman-teman dan masyarakat sekitar.

c. Meningkatkan Integrasi Sosial

Ketika mobilitas sosial terjadi, orang akan beradaptasi dengan norma-norma dan gaya hidup kelompok sosial yang lebih tinggi.

Ini bisa meningkatkan integrasi sosial, di mana orang akan lebih terhubung dengan kelompok sosial yang baru.

Tentu saja, ini juga bisa menimbulkan perbedaan pendapat dan tentangan, tetapi dalam banyak kasus, ini membantu menciptakan integrasi dalam masyarakat.

Dampak Negatif Mobilitas Sosial

Kita telah melihat sebelumnya bahwa mobilitas sosial bisa membawa banyak dampak positif dalam hidup masyarakat.

Namun, tentu saja, seperti yang kita tahu, ada juga dampak negatif yang perlu kita cermati.

a. Terjadinya Konflik

Mobilitas sosial sering kali memicu persaingan yang bisa berubah menjadi konflik. Ketika orang berusaha meningkatkan status sosial mereka, itu sering mengarah pada persaingan, dan dalam beberapa kasus, persaingan bisa menjadi konflik.

Ini bisa terjadi dalam berbagai situasi, seperti perjuangan untuk jabatan di perusahaan atau dalam dunia politik.

Sebagai contoh, perjuangan karyawan di perusahaan untuk naik jabatan bisa menciptakan persaingan yang intens, bahkan dengan atasan mereka sendiri.

Bahkan, konflik yang lebih besar dapat timbul antara partai politik dalam upaya mereka untuk memenangkan kekuasaan.

Konflik sering kali tidak dapat dihindari, tetapi penting untuk mengelolanya dengan bijaksana agar tidak berdampak buruk pada masyarakat.

b. Gangguan Psikologis

Mobilitas sosial juga dapat menyebabkan gangguan psikologis pada individu. Seseorang yang memiliki jabatan atau status sosial yang tinggi mungkin takut kehilangannya.

Bahkan setelah kehilangan jabatan tersebut, orang tersebut mungkin sulit menerima kenyataan dan merasa gelisah.

Ini bisa menyebabkan gangguan psikologis yang serius, seperti stres kronis, yang dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik individu.

Jadi, penting bagi kita untuk menjaga keseimbangan antara ambisi meningkatkan status sosial dan kesejahteraan psikologis kita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *